Analisis Kebakaran Hutan (Forest Fire) Menggunakan Normalized Burn Ratio (NBR) Dari Citra Satelit
Get link
Facebook
X
Pinterest
Email
Other Apps
-
Berbagai macam teknik pemetaan telah dikembangkan dalam mendukung upaya - upaya pencegahan kebakaran hutan di seluruh dunia. Salah satu teknologi pemetaan yang banyak digunakan dalam penanganan kebakaran hutan adalah penggunaaan citra satelit penginderaan jauh.
Normalized Burn Ratio (NBR)
Salah satu teknik analisis yang telah dikembangkan dan banyak digunakan adalah teknik Normalized Burn Ratio (NBR) yang diturunkan dari sensor - sensor penginderaan jauh satelit yang memiliki kepekaan spektral hingga spektrum inframerah gelombang pendek (Short Wave Infra Red). Contoh-contoh sensor yang dapat menerapkan NBR antara lain Landsat 4 sampai Landsat 9, ASTER, SPOT 5 hingga SPOT 7, Sentinel-2, MODIS, dan berbagai sensor lainnya.
Contoh Hasil Analisis NBR
Rumus perhitungan NBR (mirip dengan NDVI, bedanya hanya saluran yang digunakan) adalah sebagai berikut:
Untuk citra Landsat 8 dan Landsat 9, penerapan NBR berarti menggunakan saluran 5 dan Saluran 7.
Nilai output NBR mirip dengan NDVI, yaitu dari -1 sampai +1. Nilai negatif berkorespondensi dengan tanah terbuka dan vegetasi terbakar, sedangkan nilai positif berkorespondensi dengan vegetasi. Jika suatu area terbakar vegetasinya, maka nilai NBR akan mengalami penurunan dari waktu ke waktu jika kejadian kebakaran hutan tersebut semakin membesar.
Analisis NBR pada dasarnya sudah cukup untuk estimasi area kebakaran hutan, tapi untuk monitoring perkembangan kebakaran hutan, teknik lanjutan Difference Normalized Burn Ratio (dNBR) dapat dimanfaatkan.
Difference Normalized Burn Ratio (dNBR)
dNBR dapat digunakan untuk memantau perubahan area dan intensitas kebakaran hutan dari waktu ke waktu. Urutan langkah pengolahan yang dilakukan untuk menghitung dNBR adalah sebagai berikut:
1. Membuat citra NBR pada saat terakhir sebelum kejadian kebakaran hutan.
2. Membuat citra NBR pada saat terjadinya kebakaran hutan atau setelah terjadinya kebakaran hutan.
3. Melakukan operasi aritmatik pengurangan antara citra NBR sebelum kebakaran dan citra NBR pada saat atau setelah kebakaran hutan.
Untuk interpretasi nilai keluaran dari data dNBR, USGS telah mengembangkan tabel intepretasi nilai dNBR sebagai berikut:
Rentang Nilai dNBR
Tingkat Kebakaran Hutan
< -0.25
High post-fire regrowth
-0.25 to -0.1
Low post-fire regrowth
-0.1 to 0.1
Unburned
0.1 to 0.27
Low-severity burn
0.27 to 0.44
Moderate- to low-severity burn
0.44 to 0.66
Moderate- to high-severity burn
> 0.66
High-severity burn
Btw, jika anda membutuhkan video tutorialnya, silahkan cek video yang saya buat di bawah ini.
Seiring dengan semakin populernya penggunaan data spasial di berbagai institusi, baik pemerintah maupun swasta di Indonesia, banyak lembaga pemerintah telah mengembangkan Geoportal sebagai sarana berbagi pakai data geospasial resmi pemerintah. Berbagai macam peta dasar dan peta tematik dengan berbagai format telah dipublikasikan secara resmi oleh geoportal yang dikelola masing - masing instansi. Berikut ini adalah daftar alamat web geoportal milik instansi pemerintah indonesia, baik kementerian, badan, lembaga, maupun pemerintah daerah yang telah dibangun dan diresmikan. Daftar ini akan diperbarui sewaktu - waktu apabila tercatat ada lembaga pemerintah yang telah membangun dan menerbitkan geoportal sebagai salah satu sarana berbagi pakai data dan informasi geospasial. Kementerian / Lembaga / Pemerintah Daerah Pengelola Alamat URL Portal INA SDI ">https://tanahair.indonesia.go.id/portal-web/# Kementerian Kelautan dan Perikanan ">http://satupeta.kkp.go.id/ ...
Akhirnya Datum SRGI 2013 (Sistem Referensi Geospasial Indonesia) terimplementasi di ArcGIS Pro dan QGIS. Informasi proyeksinya dalam format PRJ juga dapat di-import di ArcGIS Desktop. SRGI 2013 di ArcGIS dan QGIS terimplementasi sebagai proyeksi geosentris dan proyeksi UTM dengan Zona mengikuti Zona UTM pada umumnya. Adanya parameter SRGI 2013 di software GIS terkemuka memungkinkan untuk transformasi koordinat pada level data dapat lebih mudah dilakukan di dalam lingkungan software GIS.
Di tepi pantai kok GPS-nya nilai ketinggiannya bukan nol ? mending bro yang saya alami malah nilai ketinggiannya negatif!, hmmmmm pasti GPSnya rusak, mari kita "lembiru" (lempar ganti baru)...... :) GNSS/GPS receiver secara default menggunakan acuan ketinggian (datum) berdasarkan ellipsoid WGS-84 (datum koordinat global), sehingga nilai ketinggian/elevasi yang diperoleh merupakan ketinggian diatas ellipsoid (HAE : Height Above Ellipsoid). Jika GPS yang kita gunakan menggunakan setting ini, maka tidak heran apabila ketika kita survei di pinggir pantai, ketinggiannya tidak nol atau malah mungkin negatif. Hal ini dikarenakan lokasi yang kita survei menurut WGS-84 ketinggiannya bukan nol. Ketinggian yang mendasarkan pada nilai nol diatas garis pantai rata rata disebut dengan MSL (Mean Sea Level). Kenapa bisa ada dua acuan ketinggian yang berbeda?. Hal ini dikarenakan bentuk bumi tidak sepenuhnya bulat, karena itu ketinggian nol di pantai ancol jakarta sejatinya tidak sama de...
Comments
Post a Comment